yrDJooVjUUVjPPmgydgdYJNMEAXQXw13gYAIRnOQ
Bookmark

Materi Topik Merdeka Belajar Modul 4 Mendidik dan Melatih Kecerdasan Budi Pekerti.

"Jangan menyeragamkan hal-hal yang tidak perlu atau tidak bisa diseragamkan. Perbedaan bakat dan keadaan hidup anak di masyarakat yang satu dengan yang lain harus menjadi perhatian dan diakomodasi" Ki Hadjar Dewantara

Pada modul ini kita akan mencoba lebih memahami murid sebagai individu yang utuh dengan segala latar belakang serta upaya apa yang bisa Ibu dan Bapak Guru bisa bantu dalam proses belajar mereka.
  • Belajar Materi
  • Refleksi Pembelajaran
  • Post Test
Materi "Menumbuhkan Budi Pekerti"

1. Budi Pekerti

Selamat datang di modul mendidik dan melatih kecerdasan budi pekerti. Pada kesempatan ini kita akan membahas materi Budi Pekerti berdasarkan pemikiran Ki Hadjar Dewantara. Agar kita dapat memahami gagasan Ki Hadjar Dewantara mengenai tujuan dan azas pendidikan nasional untuk melatih dan mendidik kecerdasan budi pekerti murid.


Suatu hari, Ibu Handa mendaftarkan Wuri dan dua temannya untuk mengikuti lomba cerdas cermat berkelompok tingkat SMP. Wuri merasa paling pandai di antara teman satu kelompoknya. Pada saat lomba berlangsung, Wuri selalu berusaha dengan cepat menjawab pertanyaan lomba tanpa mendiskusikannya dengan teman setimnya. Bahkan sampai membuat teman satu timnya merasa diabaikan akibatnya banyak jawaban yang salah sehingga membuat timnya tidak masuk ke babak selanjutnya.


Selesai lomba Ibu Handa mendekati muridnya dan bertanya : Mengapa mereka menjawab soal dengan cepat sekali dan tanpa diskusi terlebih dahulu sementara diberikan waktu untuk diskusi oleh panitia. Wuri lalu menjawab dengan menyalahkan teman satu timnya jika mereka tidak mengerti pertanyaannya apalagi jawabannya. Ia pun mengatakan jika dirinya saja tidak dapat menjawabnya apalagi teman-temannya sehingga merasa tidak perlu diskusi. Melihat lomba tersebut Ibu Handa tersadar bahwa selama ini ia terlalu fokus melatih penguasaan materi lomba dan lalai mengajarkan perilaku rendah hati dan bekerjasama.


Ibu dan bapak guru, dari cerita tersebut Apakah kita sebagai pendidik cukup hanya membantu murid dengan kecakapan kognitif saja? Sementara murid membutuhkan tuntunan yang dapat menumbuhkan budi pekerti dalam kehidupannya. Budi pekerti atau yang disebut watak diartikan sebagai bulatnya jiwa manusia yang merupakan hasil dari bersatunya gerak pikiran, perasaan, dan kehendak, atau kemauan sehingga menimbulkan suatu tenaga. Budi pekerti juga dapat dimaknai sebagai perpaduan antara cipta (kognitif) dan rasa (afektif) sehingga menghasilkan karsa (psycho motoric). Misalnya seseorang yang memiliki budi pekerti jujur maka kecil kemungkinan ia melakukan kebohongan atau mengambil sesuatu yang bukan miliknya atau bahkan ia akan merasa terganggu jika melihat ketidakjujuran terjadi disekitarnya.


Kita dapat melihat perpaduan antara pengetahuan atau wawasan tentang kejujuran (kognitif) dan perasaan yang mengikutinya seperti ia merasa gelisah jika ia berperilaku tidak jujur atau melihat perilaku ketidakjujuran disekitarnya (afektif) yang kemudian menghasilkan watak atau budi pekerti jujur yang ditampilkan (psikomotorik). Bagian biologis adalah bagian yang berhubungan dengan rasa seperti rasa takut cemas, gelisah, putus asa, tidak percaya diri, senang, bahagia, kecewa, sedih dan sebagainya.

Disamping itu terdapat juga bagian intelijen yaitu bagian yang berhubungan dengan kemampuan kognitif atau kemampuan berpikir menyerap pengetahuan. Kedua bagian watak atau budi pekerti inilah yang dijadikan dasar penjelasan Ki Hajar Dewantara mengenai kertas yang bertuliskan tulisan samar di dalam pendekatan teori konvergensi. Lalu, bagaimana budi pekerti atau watak bisa terbentuk?


Ki Hadjar Dewantara juga menjelaskan bahwa keluarga merupakan tempat utama dan yang paling baik dalam melatih karakter anak atau murid. Keluarga menjadi tempat anak atau murid dalam proses menyempurna menjadi sempurna, sebagai laboratorium awal dan utama melatih kecerdasan budi pekerti anak agar siap menjalani hidup dalam masyarakat. Kita sebagai pendidik, di sekolah ikut turut serta berperan membantu murid untuk menemukan kecerdasan budi pekerti dengan tuntunan dan teladan yang sesuai dengan kebutuhan murid. Seseorang yang mempunyai kecerdasan budi pekerti akan senantiasa memikirkan, merasakan, dan mempertimbangkan setiap perilaku yang ditampilkannya.


Pendidikan sangat erat kaitannya dengan bagian intelijenbell dari budi pekerti karena berhubungan dengan kecerdasan pikiran atau berpikir murid yang dapat berubah dari waktu ke waktu serta keadaan tertentu. Murid dapat menumbuhkan kecakapan berpikir atau pikiran dengan baik karena pengaruh keadaan. Salah satu yang mempengaruhinya mungkin saja kita sebagai pendidik yang senantiasa menuntun tumbuhnya kecerdasan pikiran murid. Bukankah kita ketika masih anak-anak saat berusia sekitar 3-4 tahun, kita sedikit demi sedikit berproses memahami sesuatu menggunakan panca indera.


Misalnya ketika orangtua atau guru membacakan cerita atau menunjukkan sesuatu kita menggunakan indra penglihatan, pendengaran untuk berusaha memahaminya kemudian kita mencoba mengekspresikan apa yang kita pahami dengan meniru, mengulangi kata dan kalimat yang orangtua atau guru ucapkan sampai kemudian kita dapat mengenal huruf dan tulisannya lalu mengembangkannya hingga menjadi keterampilan membaca, menulis, dan berhitung, bahkan memahami isi bacaan kemudian mampu menceritakan kembali isi bacaan hingga memproduksi bacaan tersebut.


Sebagai pendidik, tentu kita menemukan berbagai macam watak murid setiap harinya dikelas. Menemani proses belajarnya, mendampingi tumbuhnya kecerdasan pikirnya, dan membantu murid menemukan budi pekerti atau watak baiknya, serta membantu murid mengendalikan dan memperbaiki watak atau budi pekerti yang kurang baik. Misalnya di kelas kita menemukan murid yang belum mampu membaca, menulis dan berhitung. Apakah kita dapat membantu murid untuk mampu membaca, menulis, dan berhitung? Dengan tuntunan dan dampingan yang tepat, kita dapat mengupayakan yang terbaik agar murid mampu memahami dan memaknai pentingnya membaca, menulis, dan berhitung bagi dirinya sehingga bisa menuntun murid untuk mampu menguasainya.


Contoh lain ketika kita dikelas menemukan murid yang sangat pemalu untuk mengungkapkan pendapatnya. Apakah kita dapat membantunya memunculkan kesadaran akan pentingnya menjadi lebih berani untuk mengemukakan pendapatnya di kelas? Kita dapat membantunya untuk menggali potensi kecerdasan budi pekerti di dalam dirinya dengan membuatnya sadar alasan dan tujuan mengapa penting untuk berani. Akal mengasah perasaan dan perilaku yang membuatnya berfikir. Rasa dan memunculkan kehendak. Karsa untuk kemudian mempertimbangkan perilaku, berani mengungkapkan pendapatnya.


Pendidik harus mampu memahami kemampuan kodrat anak atau murid sebagai individu yang sadar mampu memikirkan, memahami, merasakan, berempati, berkehendak, dan bertindak semestinya dapat kita tanamkan dalam benak kita sebagai pendidik. Agar murid mampu berfleksi memberikan makna dari pengalaman-pengalamannya untuk mengenal dirinya. Maka murid dapat menjadi “manusia atau individu yang merdeka” berakal budi yang menentukan keberadaan dan jatidirinya.


Mari kita refleksi Bersama. Sekian pembelajaran mengenai budi pekerti atau watak dalam Modul ini semoga materi ini dapat memantapkan setiap langkah kita dalam menjalankan tugas sebagai pendidik semakin bermakna. Selamat belajar ibu dan bapak guru hebat. Salam dan Bahagia.

2. Teori Konvergensi dan Pengaruh Pendidikan

Salam dan bahagia ibu dan bapak guru hebat. Di kesempatan ini kita akan mengulas materi yang berjudul Teori Konvergensi Dan Pengaruh Pendidikan berdasarkan pemikiran Ki Hadjar Dewantara agar kita dapat memahami hakikat dan tujuan pendidikan berdasarkan gagasan Ki Hadjar Dewantara sehingga apa yang kita praktikkan di dalam kelas sesuai dengan cita-cita pendidikan nasional.


Setiap tahun SMP kembang putih mengirimkan murid kelas 8 mengikuti kompetisi karya teknologi. Salah satu murid yang mengikuti kompetisi yaitu Madya, karena ia mendapatkan peringkat kedua di kelasnya. Wali kelas tanpa ragu meminta dan mendaftarkannya mengikuti kompetisi tersebut. Madya pun mengiyakan dan terpaksa bersedia mengikutinya karena segan dan takut menyinggung guru wali kelasnya yang terus-menerus membujuknya meskipun awalnya ia tolak karena ia tidak ada minat mengikutinya. Padahal ia merasa tidak cocok dan tidak tertarik dengan kompetisi tersebut karena ia lebih suka dengan kesenian.


Ia merasa teman sebangkunya, Yani, yang seharusnya didaftarkan lomba karena ia tahu Yani sangat tertarik dengan teknologi dan pandai dalam mengoperasikan teknologi-teknologi baru dengan cepat. Tapi sayangnya ia tidak masuk lima besar peringkat dikelas. Karena hanya peringkat lima besar dikelas lah yang bisa mewakili sekolah mengikuti kompetisi tersebut kata guru wali kelas. Seringkali sebagai guru kita tanpa sadar menggeneralisasi kemampuan murid hanya karena murid tersebut lebih tinggi peringkatnya. Murid dianggap mau dan mampu akan semua hal seperti cerita Madya.


Ibu dan bapak guru, Apakah betul kita sebagai pendidik lebih tahu apa yang diinginkan oleh murid? Teori konvergensi didasarkan atas dua teori utama. Yang pertama TEORI TABULARASA yang beranggapan bahwa kodrat anak ibarat kertas kosong yang dapat diisi dan ditulis oleh pendidik dengan pengetahuan dan wawasan yang diinginkan pendidik. Yang kedua TEORI NEGATIF yang beranggapan bahwa kodrat anak ibarat kertas yang sudah terisi penuh dengan berbagai macam coretan dan tulisan. Dua teori yang dikenal juga sebagai aliran daya pendidikan ini tidak serta-merta membuat Ki Hadjar Dewantara menganggapnya mutlak sebagai suatu kebenaran, tetapi Ki Hadjar Dewantara memberikan pandangan baru dengan menggabungkan atau mengintegrasikan kedua pendekatan teori tersebut menjadi suatu pendekatan yang disebut dengan teori konvergensi.


Ki Hadjar Dewantara percaya bahwa kode manusia sebagai suatu kertas yang sudah terisi dengan tulisan-tulisannya samar dan belum jelas arti dan maksudnya. Maka tugas pendidikan adalah membantu manusia atau individu untuk dapat menebalkan dan memperjelas arti dan maksud tulisan samar yang ada di kertas tersebut dengan tuntunan terbaik. Teori konvergensi merupakan pendekatan yang digunakan oleh Ki Hadjar Dewantara dalam menjelaskan tentang kertas bertuliskan tulisan samar dengan membagi budi pekerti atau watak manusia menjadi 2 bagian yaitu bagian biologis dan bagian intelligible.


Rasa takut, rasa malu, rasa kecewa, rasa iri, rasa egoism, rasa berani, dan segala yang berkaitan dengan perasaan dan jiwa manusia adalah bagian biologis yang tidak dapat berubah dan menetap pada individu sejak anak-anak hingga dewasa. Sementara kecakapan dan keterampilan pikiran, kemampuan menyerap pengetahuan adalah bagian intelligible yang dapat berubah karena pengaruh keadaan dan lingkungan, termasuk salah satunya pengaruh pendidikan.


Sebagai contoh, murid terbiasa makan makanan yang mengandung bahan-bahan kurang sehat dan sudah menjadi suatu kebiasaan karena ketidaktahuan murid akan dampak perilaku tersebut padahal dapat mengakibatkan terganggunya system pencernaan. Setelah diberikan pengetahuan dan wawasan tentang makanan sehat dan zat aditif oleh guru, murid kemudian sadar dan merasa prilakunya selama ini dapat membahayakan kesehatan dirinya sehingga mereka lebihnberhati-hati dalam memilih makanan yang akan dikonsumsi.


Kita dapat melihat dari contoh tersebut bahwa intelligible murid berubah dari ketidaktahuan tentang pengetahuan makanan dan bahan yang kurang sehat menjadi sadar dan merasa penting pengetahuan itu bagi dirinya. Sehingga murid dapat memikirkan, merasakan, dan mempertimbangkan perilaku yang dilakukannya. Contoh yang lain anak usia prasekolah memiliki kegiatan pengembangan belajar mandiri. Berpisah sementara dengan orangtua atau pengasuh serta belajar bersosialisasi.


Sebagian mungkin banyak yang mengalami kesulitan sehingga merasa takut dan malu pada awal kegiatan di TK, murid masih diantar dan ditunggu oleh orang tua. Namun setelah berjalannya waktu murid tersebut menjadi murid yang pemberani. Rasa takut dan pemalu menjadi tidak tampak atau semakin pudar karena sudah mendapatkan kecerdasan pikiran sehingga murid tersebut mulai pandai menimbang dan memikirkan sesuatu serta dapat memperkuat kemauannya untuk tidak malu dan tidak takut.


Hal inilah yang menyamarkan rasa takut dan malu yang dimiliki murid tersebut karena rasa takut dan malu itu hanya tersamar saja oleh pikirannya. Terkadang murid tersebut diserang rasa takut dan malu. Kondisi demikian terjadi saat pikirannya tidak bergerak, tidak dapat mempertimbangkan dan memikirkan sesuatu untuk memperkuat kemauannya. Ketika pikirannya tidak bergerak, maka akan memunculkan rasa asli yang dimilikinya, yaitu menjadi penakut dan pemalu sesuai dengan watak biologisnya yang tidak dapat berubah. Contoh-contoh tersebut menunjukkan bahwa pendidikan dapat mempengaruhi bagian intelligible dan bagian biologis murid.


Sebagai pendidik kita janganlah berputus asa Karena menganggap watak-watak yang biologis, hidup perasaan itu tidak dapat dilenyapkan sama sekali. Tetapi kecerdasan intelligible hidup angan-angan, dapat menutupi tabiat tabiat perasaan yang kurang baik. Namun perlu diingat bahwa dengan kita sebagai pendidik dapat membantu murid untuk menguasai diri secara tetap dan kuat sehingga murid akan dapat melenyapkan atau menyalahkan tabiat-tabiat biologis yang kurang baik.


Melalui proses pendidikan kecerdasan budi pekerti murid akan bertumbuh dan berkembang sehingga mampu mengendalikan tabiat asli dan watak biologis akan semakin tersamar dan menebalkan watak-watak baik murid yang akan mewujudkan kepribadian dan berbudi pekerti baik.


Ibu dan bapak guru mari kita renungkan bersama: Apakah kita sudah memahami kodrat anak dan menempatkan anak sebagai subjek kesadaran dalam menguatkan kodratnya? Apa yang dapat kita lakukan agar anak dapat menemukan budi pekerti atau watak baik untuk menguatkan kodratnya. Selamat belajar ibu dan bapak guru hebat salam dan bahagia.
Post a Comment

Post a Comment